Rabu, 22 Januari 2014







Inilah pendakian pertamaku menuju puncak sebuah gunung, dimana sebelumnya pendakian yang saya ikuti hanya menuju lembah, pada masa itu saya menuju lembah Ramma, di Kab. Gowa, Sulawesi Selatan. Pada pendakian ini saya beserta M. Fuad Nasir (Pablo), Abd. Rahman (Geps), Guzasi Azrul (Asrul) dan Fardil (Gondrong) berada dalam satu team, beserta pendaki-pendaki lain asal Makassar menuju Malang via Surabaya November 2012 lalu. Ini adalah salah satu sikap untuk keluar dari ‘zona nyaman’ dan menjadi alasan kami mengikuti kegiatan jambore nasional ini.
Melalui pelabuhan Sultan Hasanuddin Makassar kami beserta rombongan bertolak meninggalkan Makassar menuju Surabya, perjalanan memakan waktu sekitar 24-26 jam. Setibanya di Surabaya rombongan melanjutkan perjalanan menuju Gresik dengan angkot, disinilah rombongan akan menginap, di rumah salah satu host yang bersedia menampung rombongan, host ini adalah kenalan dari kepala rombongan.
Esok harinya setelah sarapan rombongan kembali menuju Surabaya dan langsung menuju stasiun,  sekitar 2 jam menunggu akhirnya kereta yang dinantikan akhirnya tiba, perjalanan menuju Malang sekitar 3 jam, ini juga merupakan kali pertamaku menaiki kereta api yang selama ini hanya dapat saya saksikan lewat layar kaca, Setibanya di Malang rombongan langsung menuju homebase yang di sediakan oleh keluarga salah satu rombong. Hari berikutnya rombongan di sibukkan dengan registrasi pendakian dan persiapan perbekalan ransum dan lainnya.
Dan inilah hari yang dinantikan, kali pertamaku akan bertatap muka dengan gunung tertinggi di pulau Jawa, perjalanan dari desa Tumpang menuju starting point di Ranu Pani sekitar 1 jam lebih, belum melangkah terlalu jauh setiap peserta kembali dihadapkan dengan proses registrasi.
Team berdoa sejenak sebelum benar-benar melangkahkan kaki, dan di mulailah pendakian pertamaku, inilah dia yang ada di hadapanku, Gunung Semeru atau Sumeru, gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, gunung yang sudah sangat tersohor namanya untuk wilayah Indonesia, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Perjalanan menuju danau Ranu Kumbolo sekitar 4 jam lebih, pada saat ini hujan lebat sempat menghampiri sehingga jalur menjadi sangat licin, terseok-seok dan kelelahan tapi seakan terbayar lunas setelah berhadapan langsung dengan Ranu Kumbolo. Malam ini seluruh peserta jambore nasional ngecamp disini, team dan rombongan Makassar mendirikan tenda berdampingan.
Esok harinya terjadi beberapa perselisihan antara peserta dan peserta dikarenakan adanya peserta yang berenang di danau, sehingga air sebagai sumber air minum dan untuk memasak menjadi keruh, serta antara peserta dan panitia di karenakan kurangnya koordinasi dari panitia, setelah menjemur sebagian perlengkapan yang basah akibat hujan kemarin dan sarapan, team, rombongan Makassar dan peserta jambore lainnya bersiap meninggalkan Ranu Kumbola menuju Kalimati, Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m.

Perjalanan menuju Kalimati sekitar 2-3 jam lebih, setibanya di Kalimati team beristirahat dan mendirikan tenda. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun. Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi.
Malam harinya diadakan pertemuan kecil antara team dan simpatisan rombongan Makassar, membahas mengenai puncak di karenakan adanya isu pendaki larang menuju puncak. Di akhir pertemuan kecil tersebut di ambil keputusan “puncak harga mati”.
Tepat pukul 24.00 team dan rombongan-rombongan lain bersiap menuju puncak, bergegas menuju jalur namun mendapat hadangan dari panitia, setelah di data dan menentukan Fardil (Gondrong) sebagai leader dari team. Perjalanan kembali kami lanjutkan, entah ini pendakian atau acara pembagian sembako jalur menuju puncak macet, namun salah satu yang membuat saya takjub adalah barisan cahaya penerang (senter/headlamp) para pendaki yang menciptakan keindahan lannya. Berbagai upaya kami lakukan dan akhirnya tibalah kami di Arcopodo, Disinilah kabarnya Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1969 akibat menghirup asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Arcopodo berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang sangat curam, namun karna begitu banyaknya pendaki jarak tempuh juga bertambah. Arcopodo berada pada ketinggian 2.900m, Disini dipimpin oleh Fardil (Gondrong) selaku leader team mengadakan pertemuan untuk membahas melanjutkan perjalanan atau kembali ke Kalimati mengingat terlalu banyaknya pendaki yang bias membahayakan bagi team dan dikarnakan kodisi sebagian dari team yang tidak fit, hamper 1 jam lebih dan akhirnya leader mengambil keputusan untuk melanjutkan pendakian. Arcopodo adalah wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya team  melewati bukit pasir.
Dari Arcopodo menuju puncak Semeru team jalan beriringan di dahului M. Fuad (Pablo), Guzasi Azrul (Asrul), Fardil (Gondrong), Abd. Rahman (Geps), dan saya paling belakang. Dalam perjalanan berbagai macam hambatan menghadang, perlahan tapi pasti meski dengan 2 kali satu, dua kali melangkah satu kali terperosok di sertai menusuknya hawa dingin dan rasa takut team melangkah setapak demi setapak, bahkan terkadang jalan merangkak, disinilah periode tersulit bagi saya dalam pendakian ini, terlebih pada saat itu saya tidak menggenakan celana panjang, hanya celana pendek lapangan serta kaos kaki panjang belum lagi tengah perjalanan M. Fuad (Pablo) dan Guzasi Azrul (Asrul) menghilang pergi meninggalkan kami.
Inilah puncak yang tidak setiap orang mampu menggapainya, inilah puncak impian bagi sebagian orang dan inilah puncak tertinggi di pulau Jawa. Kami tiba di puncak saat matahari telah bebasnya bersinar, kami telah benar-benar diatas awan, disinilah betapa anugrah sang pencipta di jelaskan tanpa kata-kata, lelah seakan menghukumi tapi keindahan ini seolah mengampuni, di belakang saya juga terlihat beberapa orang bersujud syukur. Keindahan yang tepat dikelopak mata, keindahan yang seolah tak ada taranya.

Rabu, 15 Januari 2014

Puncak Gunung Bawakaraeng

       Salah satu dari sekian kali pendakian menuju puncak Gunung Bawakaraeng berada di wilayah Kabupaten Gowa, Sulawesi selatan. Di lereng gunung ini terdapat wilayah ketinggian, Malino, tempat wisata terkenal di Sulawesi Selatan. Secara ekologis gunung ini memiliki posisi penting karena menjadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai. Bawakaraeng bagi masyarakat sekitar memiliki arti sendiri. Bawa artinya Mulut, Karaeng artinya Tuhan. Jadi Gunung Bawakaraeng diartikan sebagai Gunung Mulut Tuhan. Penganut sinkretisme di wilayah sekitar gunung ini meyakini Gunung Bawakaraeng sebagai tempat pertemuan para wali. Para penganut keyakinan ini juga menjalankan ibadah haji di puncak Gunung Bawakaraeng setiap musim haji atau bulan zulhijjah, bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Tepat tanggal 10 Zulhijjah, mereka melakukan salat Idhul Adha di puncak Gunung Bawakaraeng atau di puncak Gunung Lompobattang.